22 Nopember 1993, siang itu sekitar pukul 2:00 terdengar jeritan tangis dari sebuah kamar di Rumah Sakit Umum 45, Makasssar, Sulawesi Selatan. Tangisan kecil tersebut bersumber dari seorang bayi laki-laki kecil. Anak laki-laki yang begitu polos, lugu, dan tak berdaya. Ia mulai menangis saat merasakan untuk pertama kalinya oksigen yang masuk lewat saluran pernafasannya Ia lahir ke bumi dari rahim seorang ibu bernama Juwita Mangeke. Kebenarannya bahwa seorang bayi kecil mungil itu adalah aku.
Pemberian Nama
Karol Bhatara Randa, itulah nama yang diberikan kepadaku, suatu nama yang begitu bermakna. Karol berasal dari nama seorang pemimpin besar agama katolik saat itu, dialah Karol Wojtila seorang Paus berkebangsaan Italia. Semasa hidupnya Karol Wojtila sangat mengabdi pada agama, patuh pada orang tua, dan menjadi teladan bagi semua orang. Itulah hal dasar yang menjadi pertimbangan ats pemberian nama Karol padaku. Diharapkan agar aku dapat meneladan hidup Karol Wojtila dan menjadi sepertinya.
Selanjutnya Bhatara Randa diambil dari nama ayahku Ancelmus Bhatara Randa merupakan nama marga keturunan. Bhatara Randa merupakan nama seorang pemimpin besar di sebuah kerajaan di Tana Toraja, tempat aku dibesarkan. Pemimpin besar itu sering dipanggil oleh masyarakat dengan sebutan puang, sebuah sebutan untuk raja dalam bahasa Toraja. Ia memiliki tiga orang isteri dan anak dari isteri pertamanya adalah kakekku sendiri, ayah dari ayahku. Semasa hidupnya, Bhatara Randa sangat dihormati oleh rakyatnya, bukan karena kekejamannya namun, karena sifatnya yang merakyat. Hingga saat inipun keluarga kami sangat dihormati di daerah tersebut namun kakekku telah menghapus kata puang tersebut karena menurutnya sekarang tidak ada lagi istilah seperti itu. Tetapi terkadang masih ada orang yang memanggil kakekku dengan sebutan puang walaupun ia tidak menyukai bila dipanggil dengan kata tersebut.
Penggunaan alat indra
Kurang lebih satu bulan aku dirawat di rumah sakit, hangga akhirnya aku diizinkan untuk dibawa pulang ke rumah. Akhirnya aku dapat merasakan rasanya hidup dengan penuh kasih sayang di dalam rumahku sendiri bersama keluargaku, ayah , ibu, dan saudara. Namun sayangnya saat itu aku belum dapat berbuat banyak hal, aku hanya dapat tidur, menangis, dan minum. Aku terus menunggu hingga aku dapat merasakan hal yang tidak pernahku rasakan, sesuatu yang mengungkapkan kepada diriku bahwa inilah arti hidup yang sesungguhnya.
Hari berganti hari, bulanpun berganti bulan, akhirnya lambatlaun sedikit demi sedikit impian kecilkupun tercapai. Hingga pada akhirnya semua alat indraku mulai bekerja dengan sempurna. Mulai dari indra penglihatan, kini aku dapat melihat indahnya dunia dengan jelas walaupun aku tak tahu apa yang aku lihat. Indara pendengaran, aku dapat mendengar semua hal dengan baik walaupun aku tak tahu apa yang aku dengar. Selanjutnya indra penciuman, aku merasakan segala macam bau namun aku tak tahubau apa itu. Terakhir indra perasa dan peraba, dari dalam mulutku terucap kata-kata aneh yang tidak ada satu orangpun yang tahu apa yang aku ucapkan dan kulitku merasakan hangatnya pelukan dan ciuman yang aku terima darim orang-orang yang ada di sekitarku.
Pembaptisan
Pada tanggal aku dibawa oleh orang tuaku ke sebuah gedung yang tinggi dan didalmnya terdapat begitu banyak orang. Aku tak mengerti apa yang orang-orang tersebut lakukan, namun kedua orang tuaku juga mengikuti apa yang orang-orang ditempat itu lakukan. Aku melihat seorang dengan pakaian sangat indah berada di depan dan memimpin orang-orang yang berkumpul di tempat itu. Di akhir acara yang diadakan tersebut aku dibawa ke orang yang berpakaian sangat indah tadi. Aku tak mengerti apa yang ia lakukan padaku. Tiba-tiba ia menyiramku dengan air dan mengelap kepalaku dengan sebuah kain putih. Orang itu menumpangkan tangan ke kepalaku dan berkata-kata yang aku tiadak tahu maksud perkataannya. Di sampingku terdapat sebuah cahaya yang berada di atas sebuah benda panjang berwarna putih. Aku tidak mengerti sebenarnya apa yang orang-orang ini lakukan padaku namun kutahu bahwa itu pasti berguna untukku.
Oh iya, mulai saat itu pula namaku menjadi bertambah yang dulunya hanya tiga kata sekarang menjadi empat kata menjadi Constantinus Karol Bhatara Randa. Kata ayah, nama Constantinus itu diambil dari nama seorang raja Roma yang menerima dan menyebarkan agama katolik di Roma dan menjadi pendiri Basilica Santo Petrus di Vatikan, Roma. Bukan sekedar pertimbangan itu saja, nama Constantinus juga adalah nama dari kakekku (ayah dari ayahku) yang katanya ia adalah orang yang pertama kali membawa agama katolik di Tinoring, sebuah daerah di Tana Toraja. Dengan nama yang sangat berarti ini aku diharapkan agar menjadi seorang beriman yang baik, sebenarnya harapan kakekku setidaknya aku dapat menjadi seorang pastur, namun aku berfikir aku harus menjalani hidupku dulu. Kalau memang panggilan, mungkin aku akan benar- benar mengabulkan permintaan kakekku yersebut, Amin......
Aku melewati begitu banyak masa-masa indah saat aku bayi dan sekarang itu semua tinggal kenangan. Kenangan dimana aku merasakan setiap hari suatu pelukan dan ciuman kasih sayang. Semakin lama umurku semakin bertambah hingga akhirnya aku melewati masa-masa balita, perkembangan dirikupun mulai meningkat, walupun itu belum sempurna. Untuk menambah kualitas diriku akhirnya aku dimasukkan ke Taman Kanak-kanak (TK), dan pendidikankupun dimulai dari saat ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar